Photo : deviantart.net
Pertanyaan:
Kita sudah maklum bahwa banyak perempuan Muslim yang belum memakai jilbab. Bahkan ada anggota Aisyiyah dan guru-guru perempuan sekolah Muhammadiyah yang berjilbab hanya pada waktu berkegiatan di organisasi dan di sekolah. Sedangkan, waktu di rumah dan tidak berkegiatan di sekolah mereka melepas jilbabnya. Mungkin mereka belum tahu hukumnya. Tanya: Apakah hukumnya memakai jilbab bagi perempuan Muslim itu berbeda dengan hukumnya shalat, puasa dst?Bambang Soemedhi, NBM. 565.255, Denpasar Bali (disidangkan pada hari Jum’at, 4 Muharram1432 H / 10 Desember 2010)Jawaban: Saudara yang terhormat, berikut ini jawaban atas pertanyaan saudara:Seorang Muslimah itu apabila telah baligh (tandanya adalah keluar darah haid) wajib menutup auratnya dari penglihatan orang yang bukan mahramnya. Dan auratnya itu adalah seluruh tubuhnya selain wajah dan telapak tangan. Adapun ketika berada di dalam rumah bersama mahramnya, seperti ayah, kakak dan adik laki-lakinya, maka dia boleh membuka kerudungnya dan memakai pakaian rumah yang sopan. Dasar semua itu adalah firman Allah:Artinya: “Katakanlah kepada wanita yang beriman: ‘Hendaklah mereka menahan pandangannya dan menjaga kemaluannya, dan janganlah mereka menampakkan perhiasannya, kecuali yang (biasa) nampak dari padanya. Dan hendaklah mereka menutupkan kain kerudung ke dadanya,dan janganlah menampakkan perhiasannya kecuali kepada suami mereka, atau ayah mereka, atau ayah suami mereka, atau putra-putra mereka, atau putra- putra suami mereka, atau saudarasaudara laki-laki mereka, atau putra-putra saudara lelaki mereka, atau putra-putra saudara perempuan mereka, atau wanita-wanita Islam, atau budak-budak yang mereka miliki, atau pelayan-pelayan laki-laki yang tidak mempunyai keinginan (terhadap wanita) atau anak-anak yang belum mengerti tentang aurat wanita. Dan janganlah mereka memukulkan kakinya agar diketahui perhiasan yang mereka sembunyikan. Dan bertaubatlah kamu sekalian kepada Allah, hai orang-orang yang beriman supaya kamu beruntung’”. (An-Nur [24]: 31)
Di dalam ayat ini Allah memerintahkan nabi-Nya untuk menyuruh kaum Mukminat menahan pandangan dan menjaga kemaluan mereka, serta melarang mereka menampakkan perhiasan kecuali yang biasa nampak. Mereka juga diperintahkan untuk menutupkan kain kerudung sampai ke dada sehingga menutupi telinga dan leher, dan tidak menampakkan perhiasan kecuali kepada mahram-mahram mereka. Ini semua menunjukkan bahwa kaum Mukminat itu wajib memelihara aurat mereka dari penglihatan orang-orang asing.
Dan firmanNya: Artinya: “Hai nabi, katakanlah kepada istri-istrimu, anak-anak perempuanmu dan istri-istri orang Mukmin: “Hendaklah mereka mengulurkan jilbabnya ke seluruh tubuh mereka”. Yang demikian itu supaya mereka lebih mudah untuk dikenal sehingga mereka tidak diganggu. Dan Allah adalah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang.” (Al-Ahzab [33]: 59)
Di dalam ayat ini Allah memerintahkan nabi-Nya untuk menyuruh anak-anak perempuan dan istri-istri beliau sendiri serta kaum Mukminat pada umumnya untuk memakai jilbab. Jilbab ialah sejenis baju kurung lapang yang menutup kepala, muka dan dada. Menurut al-Qurtubi, jilbab adalah pakaian yang menutup seluruh badan. Dengan kata lain, ayat ini menyuruh kaum Mukminat yang telah baligh untuk menutup aurat mereka supaya mudah dikenali sehingga tidak mendapat gangguan.
Dan Hadits Nabi saw berikut: Artinya: “Diriwayatkan dari Aisyah ra. bahwa Asmak binti Abu Bakar mendatang Rasulullah dengan memakai baju yang tipis sehingga Rasulullah saw. berpaling darinya dan bersabda: “Hai Asmak, sesungguhnya perempuan itu jika telah mencapai usia haid maka tidak boleh tampak darinya kecuali ini dan ini”. Beliau menunjuk wajah dan kedua telapak tangannya” (Abu Dawud dan beliau berkata: Ini adalah Hadits mursal Khalid bin Duraik, dia tidak pernah bertemu dengan Aisyah ra.)
Hadits ini menguatkan isi kandungan kedua ayat di atas, yaitu kewajiban seorangwanita Muslimah yang telah baligh untuk menutup auratnya, dan auratnya itu — menurut Hadits ini— adalah seluruh badannya kecuali wajah dan telapak tangannya.
Namun realitanya seperti apa yang saudara katakan. Masih banyak wanita Muslimah yang tidak menaati ajaran Islam yang mulia dan memuliakan wanita ini. Dalam memahami dan melaksanakan perintah Allah yang wajib hukumnya ini kaum Muslimat berbeda-beda peringkatnya. Ada yang memahami kewajiban berjilbab lalu melaksanakannya dengan baik sebagaimana diperintahkan. Ada pula, yang memahaminya tapi melaksanakannya setengah- setengah atau pilih-pilih tempat seperti yang anda ungkapkan. Dan ada pula yang memahaminya tapi malas atau enggan melaksanakannya karena beberapa alasan seperti merasa malu atau tertekan atau susah berjilbab karena tidak biasa sejak kecil dan seterusnya. Padahal kewajiban menutup aurat ini sama dengan kewajibankewajiban lainnya dalam ajaran Islam seperti shalat, puasa dan haji.
Hukum wajib itu artinya harus atau mesti dilaksanakan dan tidak boleh ditinggalkan, dan bagi yang melaksanakannya akan di beri pujian dan pahala oleh Allah, sementara orang yang meninggalkannya akan mendapat celaan dan dosa. Namun perlu dijelaskan pula bahwa dalam ajaran Islam, halhal yang diwajibkan itu meskipun samasama berdosa jika ditinggalkan, tapi dosadosa itu juga berperingkat-peringkat. Contohnya, Muslimah yang tidak mau berjilbab karena malas atau enggan dosanya tidak sama dengan dosa Muslimah yang tidak mau shalat lima waktu karena malas atau enggan misalnya. Ini karena shalat itu rukun Islam sementara berjilbab itu bukan. Contoh lain, Muslimah yang menampakkan sebagian kecil auratnya tentu dosanya berbeda dengan Muslimah yang menampakkan sebagian besar auratnya. Ini karena menampakkan sebagian besar aurat lebih berat dibanding menampakkan sebagian kecilnya. Demikian seterusnya.
Yang jelas, melihat realita yang ada di alam masyarakat kita ternyata berbeda dengan perintah Allah dan Rasul-Nya tersebut, maka sudah menjadi kewajiban kita semua untuk beramar-makruf dan nahimunkar. Hal ini tentu seharusnya dimulai dari diri kita sendiri dan keluarga kita masing- masing. Hendaknya kita mendidikkan perintah Allah dan Rasul-Nya dalam masalah menutup aurat ini kepada anak istri dan perempuan-perempuan yang menjadi tanggungan kita. Kemudian, kaum wanita yang satu dakwah dan pergerakan dengan kita. Lalu barulah masyarakat luas yang ada di sekeliling kita. Semoga dengan demikian ajaran menutup aurat yang mulia dan memuliakan kaum wanita ini dilaksanakan oleh kaum Muslimat dengan penuh kerelaan dan kesadaran yang tinggi. Amin.
Wallahu a’lam. *mi)l
Artikel dari http://www.muhammadiyah.or.id
Di dalam ayat ini Allah memerintahkan nabi-Nya untuk menyuruh kaum Mukminat menahan pandangan dan menjaga kemaluan mereka, serta melarang mereka menampakkan perhiasan kecuali yang biasa nampak. Mereka juga diperintahkan untuk menutupkan kain kerudung sampai ke dada sehingga menutupi telinga dan leher, dan tidak menampakkan perhiasan kecuali kepada mahram-mahram mereka. Ini semua menunjukkan bahwa kaum Mukminat itu wajib memelihara aurat mereka dari penglihatan orang-orang asing.
Dan firmanNya: Artinya: “Hai nabi, katakanlah kepada istri-istrimu, anak-anak perempuanmu dan istri-istri orang Mukmin: “Hendaklah mereka mengulurkan jilbabnya ke seluruh tubuh mereka”. Yang demikian itu supaya mereka lebih mudah untuk dikenal sehingga mereka tidak diganggu. Dan Allah adalah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang.” (Al-Ahzab [33]: 59)
Di dalam ayat ini Allah memerintahkan nabi-Nya untuk menyuruh anak-anak perempuan dan istri-istri beliau sendiri serta kaum Mukminat pada umumnya untuk memakai jilbab. Jilbab ialah sejenis baju kurung lapang yang menutup kepala, muka dan dada. Menurut al-Qurtubi, jilbab adalah pakaian yang menutup seluruh badan. Dengan kata lain, ayat ini menyuruh kaum Mukminat yang telah baligh untuk menutup aurat mereka supaya mudah dikenali sehingga tidak mendapat gangguan.
Dan Hadits Nabi saw berikut: Artinya: “Diriwayatkan dari Aisyah ra. bahwa Asmak binti Abu Bakar mendatang Rasulullah dengan memakai baju yang tipis sehingga Rasulullah saw. berpaling darinya dan bersabda: “Hai Asmak, sesungguhnya perempuan itu jika telah mencapai usia haid maka tidak boleh tampak darinya kecuali ini dan ini”. Beliau menunjuk wajah dan kedua telapak tangannya” (Abu Dawud dan beliau berkata: Ini adalah Hadits mursal Khalid bin Duraik, dia tidak pernah bertemu dengan Aisyah ra.)
Hadits ini menguatkan isi kandungan kedua ayat di atas, yaitu kewajiban seorangwanita Muslimah yang telah baligh untuk menutup auratnya, dan auratnya itu — menurut Hadits ini— adalah seluruh badannya kecuali wajah dan telapak tangannya.
Namun realitanya seperti apa yang saudara katakan. Masih banyak wanita Muslimah yang tidak menaati ajaran Islam yang mulia dan memuliakan wanita ini. Dalam memahami dan melaksanakan perintah Allah yang wajib hukumnya ini kaum Muslimat berbeda-beda peringkatnya. Ada yang memahami kewajiban berjilbab lalu melaksanakannya dengan baik sebagaimana diperintahkan. Ada pula, yang memahaminya tapi melaksanakannya setengah- setengah atau pilih-pilih tempat seperti yang anda ungkapkan. Dan ada pula yang memahaminya tapi malas atau enggan melaksanakannya karena beberapa alasan seperti merasa malu atau tertekan atau susah berjilbab karena tidak biasa sejak kecil dan seterusnya. Padahal kewajiban menutup aurat ini sama dengan kewajibankewajiban lainnya dalam ajaran Islam seperti shalat, puasa dan haji.
Hukum wajib itu artinya harus atau mesti dilaksanakan dan tidak boleh ditinggalkan, dan bagi yang melaksanakannya akan di beri pujian dan pahala oleh Allah, sementara orang yang meninggalkannya akan mendapat celaan dan dosa. Namun perlu dijelaskan pula bahwa dalam ajaran Islam, halhal yang diwajibkan itu meskipun samasama berdosa jika ditinggalkan, tapi dosadosa itu juga berperingkat-peringkat. Contohnya, Muslimah yang tidak mau berjilbab karena malas atau enggan dosanya tidak sama dengan dosa Muslimah yang tidak mau shalat lima waktu karena malas atau enggan misalnya. Ini karena shalat itu rukun Islam sementara berjilbab itu bukan. Contoh lain, Muslimah yang menampakkan sebagian kecil auratnya tentu dosanya berbeda dengan Muslimah yang menampakkan sebagian besar auratnya. Ini karena menampakkan sebagian besar aurat lebih berat dibanding menampakkan sebagian kecilnya. Demikian seterusnya.
Yang jelas, melihat realita yang ada di alam masyarakat kita ternyata berbeda dengan perintah Allah dan Rasul-Nya tersebut, maka sudah menjadi kewajiban kita semua untuk beramar-makruf dan nahimunkar. Hal ini tentu seharusnya dimulai dari diri kita sendiri dan keluarga kita masing- masing. Hendaknya kita mendidikkan perintah Allah dan Rasul-Nya dalam masalah menutup aurat ini kepada anak istri dan perempuan-perempuan yang menjadi tanggungan kita. Kemudian, kaum wanita yang satu dakwah dan pergerakan dengan kita. Lalu barulah masyarakat luas yang ada di sekeliling kita. Semoga dengan demikian ajaran menutup aurat yang mulia dan memuliakan kaum wanita ini dilaksanakan oleh kaum Muslimat dengan penuh kerelaan dan kesadaran yang tinggi. Amin.
Wallahu a’lam. *mi)l
Artikel dari http://www.muhammadiyah.or.id






